Ketika melakukan pelayanan di gereja, ada kalanya saya sangat sibuk dengan aktivitas pelayanan itu. Ibaratnya semua hal dari A sampai Z sudah dilakukan. Bahkan, tak jarang kepentingan-kepentingan pribadi dikorbankan demi melayani. Semua dilakukan atas nama “pelayanan”. Rasa kesal muncul ketika pelayanan yang telah saya lakukan seolah-olah tak dianggap. Bahkan mungkin malah dikritik atau diprotes. Belum lagi bila doa permohonan saya tidak dikabulkan Tuhan, sedangkan teman saya yang jarang melakukan pelayanan doa-doanya dikabulkan. “Duh Tuhan, kurang apalagi sih aku melayani-Mu? Masa anak-Mu ini tidak diperhatikan?” protes saya dalam hati.

Apakah ungkapan hati di atas pernah menjadi ungkapan hati Anda? Melayani Tuhan memang merupakan hal yang mulia, apa pun bentuknya. Namun yang sering kita lupakan adalah bahwa pelayanan tersebut harus dilakukan dengan hati yang tulus, tanpa pamrih, atau motivasi yang lain. Tidak sedikit mereka yang aktif melayani di gereja merasa marah bahkan protes karena merasa sudah banyak berkorban untuk melayani, tetapi tidak diapresiasi, dihargai, dicela, atau dilupakan.

Kisah dalam Injil Lukas 10: 38-42 hari ini menyentil kita yang sering mengeluh karena merasa “telah sibuk melayani”.  Kita sama seperti Marta. Ia “sibuk sekali melayani” tetapi dia tidak mengetahui kehendak Tuhan atas dirinya; mana yang seharusnya menjadi lebih prioritas dalam hidupnya. Ia pun melakukan protes kepada Tuhan karena Tuhan seolah-olah tidak peduli dengan kesibukannya melayani.

Terlalu sibuk melayani juga bisa melencengkan motivasi pelayanan kita. Apakah kita melayani karena mencari kesibukan, lari dari problem kehidupan, ingin dihormati, atau supaya diterima dalam komunitas?

Hari ini pula Tuhan mengingatkan kita yang “terlalu sibuk melayani”. Seperti yang Tuhan katakan kepada Marta pada Luk 10: 41-42:  “Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya.”

Maria adalah murid yang mau mendengar dan mau belajar. Sikap Maria mengingatkan kita bahwa menjadi seorang murid tidak hanya melulu menyibukkan diri dalam pelayanan sampai-sampai tak punya waktu lagi untuk belajar dan mendengar firman Tuhan. Sibuk di gereja bisa dari pagi sampai malam. Tapi bagaimana dengan berdoa dan merenungkan sabda-Nya? Lupa, tidak sempat, atau bahkan tidak terpikirkan.

Sikap Maria adalah sikap yang baik yang Tuhan inginkan dari kita.  Ada waktu dimana kita harus berhenti dan kemudian mendatangi Tuhan, berdiam di hadirat-Nya untuk mendengar suara-Nya. Maria menempatkan Tuhan di tempat yang paling tinggi dan memprioritaskan-Nya dalam kehidupannya dengan menyediakan hati untuk diam mendengarkan sabda-Nya. Hendaklah pelayanan itu mengalir karena kedalaman hubungan kita dengan-Nya. Dan hendaknya setiap pelayanan yang kita lakukan mendekatkan diri dengan Dia yang kita layani, dan bukan malah membuat kita jauh dari-Nya. Amin*

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *