Poster2i-copyWEME-712x1024Sebuah kebetulan yang tidak disengaja, ketika kami berdua – yang dilibatkan dalam kepanitiaan sebagai seksi liturgi dalam Misa World Marriage Day (WMD), Sabtu 21 Februari 2015 yang lalu – akhirnya menggantikan pasutri lain yang berhalangan untuk ikut dalam perarakan 12 pasang pasutri, mewakili umat dari 6 Paroki di Keuskupan Bogor. Sungguh kesempatan yang sangat membahagiakan, karena mendapat kehormatan hadir dalam misa konselebrasi yang dipimpin oleh Bapa Uskup Paskalis Bruno Syukur, OFM beserta 8 pastor konselebran lainnya (Romo Endro, Romo Tukiyo, Romo Ridwan, Romo Sutarno, Romo Haruna, Romo Suradi, Romo Kurniadi, dan Romo Monang). Lebih istimewa lagi, karena misa tersebut baru pertama kalinya diadakan di Keuskupan Bogor.

 

Suasana tegang sempat menyelimuti saya di awal perayaan, mengingat ini adalah untuk pertama kalinya saya terlibat dan ikut bertanggung jawab dalam suatu perayaan besar. Tapi perlahan, rasa tegang itu mulai tergantikan dengan perasaan kagum ketika sepanjang perayaan ekaristi, saya merasakan perhatian yang sungguh besar dari gereja kepada kami para pasutri. Ada yang berbeda dalam perayaan ekaristi sore itu. Pada saat pemeriksaan batin, para pasutri yang hadir diminta untuk saling berhadapan, berpegangan tangan dan memandang satu sama lain. Sebelum pernyataan tobat, Romo Sutarno, Pr menyampaikan beberapa pertanyaan penelitian batin untuk menyadari kesalahan dan dosa yang pernah diperbuat antara suami-istri. Dan sebagai ekspresi pertobatan, para pasutri diminta untuk mengungkapkannya melalui ungkapan non-verbal (pelukan, ciuman, dsb)

 

Dalam homilinya, Bapa Uskup menyampaikan bahwa tema perayaan WMD kali ini adalah “Learning To Love And To Be Loved”, belajar untuk mencintai dan membiarkan diri kita dicintai. Suami istri perlu terus belajar keindahan mengasihi suami/istri, serta belajar membiarkan diri dikasihi oleh suami/istri. Pada akhir homili, beliau memberikan sebuah ilustrasi yang menggambarkan bahwa ikatan cinta suami-istri merupakan suatu pilihan hidup yang akan terus dijalani sampai akhir. Ketika akhirnya orang tua dan anak-anak pergi meninggalkan kita, hanya suami/istri yang nantinya menjadi pendamping hidup kita sampai maut memisahkan.

 

Setelah homili, dilanjutkan dengan pembaharuan kesepakatan perkawinan. Para pasutri berdiri berhadapan diikuti juga oleh anak-anak mereka dan kemudian saling bergantian menyampaikan ucapan janji sebagai suami, istri, dan anak-anak. Setelah itu dilanjutkan dengan “Doa Kepada Keluarga Kudus Nazareth”. Pada kesempatan itu, Bapa Uskup berkenan juga memberikan perecikan air suci kepada seluruh pasutri yang hadir.

 

Dan di akhir perayaan ekaristi, saya sangat tersentuh dengan kesaksian pasutri Ferry – Agnes. Kami berdua sangat terharu mendengar sharing tentang karya Tuhan yang telah menyelamatkan perkawinan mereka dari perceraian. Kami sangat menantikan misa WMD tahun depan, yang rencananya akan diadakan secara bergantian di tiap paroki Kesukupan Bogor.* (Banu-Aris/ME)