ee9faab0Ave Maria. Maria Ave.
Ndherek. Sepenggal kata dari bahasa Jawa yang penuh makna. Ndherek tidak hanya berarti ikut saja, pergi beriringan, tetapi lebih pada penyerahan diri kita pada bimbingan, suri teladan yang sudah dilakukan Bunda Maria dalam berbakti kepada kehendak Yang Kuasa. Dengan berkata, “Aku ini hamba Tuhan. Terjadilah padaku seturut kehendak-Mu (Bapa), mengenal Bunda Maria secara otomatis kita juga mengenal Yesus.

Saya kembali teringat masa-masa awal ketika belajar di SMP Kanisius, Weleri, Kendal, Jawa Tengah. Menjadi titik awal perkenalan dengan Tuhan Yesus dengan hukum Kasih-Nya. sebelum benar-benar mengikut Yesus saya menjalani masa katekumen selama 3 tahun. Sebelum menerima Sakramen Baptis, saya mohon izin dan restu kedua orang tua. Pesan bapak saya waktu itu, “Jika mau mengikuti Yesus janganlah setengah-setengah. Harus sepenuh hati, total dan berserah kepada-Nya serta mengikuti ajaran-Nya.” Pesan bapak saya semakin menguatkan keyakinan saya akan penebusan Tuhan Yesus seperti yang terdapat pada perikop tentang Perkawinan di Kana.

Ada dua pesan utama dari pasangan utama Karya Agung Allah Bapa dalam menyelamatkan umat Manusia. Pertama, tentang pesan Bunda Maria, “Apa yang dikatakan kepadamu (kita), buatlah itu.” Bunda Maria meminta agar kita mengikuti Tuhan Yesus. Kita diminta melakukan sesuatu, beraksi nyata yang tentu saja seturut kehendak Tuhan Yesus.

Pesan kedua, “Isilah tempayan-tempayan itu penuh dengan air”. Di sini Yesus menghendaki bahwa kalau kita mengikuti Dia harus dengan sepenuh hati, total tanpa syarat, dan jangan ada interest pribadi. Sesuatu kalau penuh, berarti pas atau padat. Segala media kalau sudah terisi penuh, berarti sudah tak membutuhkan tambahan lagi. Tak akan terpengaruh godaan duniawi. Di sini Yesus berpesan, bahwa hendaklah cukup mengikuti Yesus saja, jangan terpengaruh ‘dewa’ lain. Apalagi dewa mamon yang akhir-akhir ini gencar menebarkan pesona kepada siapa saja yang mengikuti Yesus setengah-setengah sehingga mudah tergiur.

Dua pesan Perkawinan di Kana menguatkan saya untuk selalu memenuhi pesan bapak saya. Menjadi Katolik ibarat kita menyelam ke sungai, kita harus siap apapun kondisi sungai tempat kita berkarya. Jangan hanya memilih mana yang enak untuk diri kita. Bahkan berbisnis di gereja untuk menyenangkan diri kita sendiri.

Sejak duduk di bangku SMA, sudah kuikuti yang jarang diikuti orang, yaitu Legio Maria. Sehingga saat Legio Maria dikibarkan panjinya di Paroki St. Joannes Baptista, yang ketika itu diprakarsai Romo Polycarpus Suyud, Pr. 13 tahun yang lalu, kami bersama teman-teman Presidium Ratu Segala Bangsa selalu bersama menegakkan kegiatan doa dan pelayanan terhadap orang yang membutuhkan. Terlebih sejak tujuh tahun silam Kelompok Doa PPG digaungkan. Untuk mendukung tim PPG, anggota Legio Maria selalu menjadi pendukung utama. Walaupun gereja secara fisik belum terbangun, tetapi alunan himne legio Maria dan lagu “Datanglah Ya Roh Kudus” selalu dikumandangakn setiap Sabtu pagi. Walaupun sungguh terasa berat, tapi kami lakukan ini dengan pantang menyerah, sambil menunggu orang-orang yang terpanggil untuk sama-sama menyatukan visi sampai benar-benar “salib’ ditancapkan di tanah Tulang Kuning.

“Ya Tuhan, semoga kami putra-putri-Mu sanggup mengisi penuh tempayan-tempayan dengan air. Biarlah kami bisa berkarya sesuai dengan kehendak-Mu. Amin”.* (Stefanus Sugiarto)

By Admin