Orang mudah mengatakan “mengampuni” dan bahkan dalam setiap doa kita juga menyebut “ampunilah yang bersalah kepada kami, …” namun pada prakteknya mengampuni adalah sikap hati yang terberat dalam hidup.

Orang bisa saja tiap hari ikut kegiatan keagamaan, “pelayanan” ke mana-mana. Aktif sekali berkegiatan dalam kelompok-kelompok kerohanian. Bahkan lebih banyak “melayani” daripada di rumah tetapi kita lupa merawat hati kita sendiri dan menengok sampai ke dalamnya. “Pelayanan” bukan “pelarian”.

Sebenarnya sebelum kita “menolong” orang lain, kita harusnya lebih dahulu menolong diri kita sendiri, membersihkan hati. Sebelum kita “melayani” orang lain, sebaiknya kita melayani diri sendiri terlebih dahulu karena “melayani” itu membutuhkan hati yang “bening”, pikiran yang “jernih” dan hati yang “mengampuni”.

Orang-orang yang aktif dalam “pelayanan” adalah orang-orang yang “mengutamakan” kepentingan orang lain dan mengabaikan diri sendiri, tetapi tetap harus dalam “kemurnian” jiwa. Karena “melayani” itu masalah HATI bukan “kegiatan”nya. Tuhan menengok ke hati bukan hasilnya.

Sudahkah kita bisa “mengampuni” orang-orang yang bersalah dan yang melukai hati kita? Bantulah diri sendriri terlebih dahulu dengan melepas beban yang ada di pundak kita.

Bagaimana kita bisa “menggendong” orang lain kalau di pundak kita ada “berkarung-karung” luka batin dan “berton-ton” masalah? Berkah Dalem. *