“Turun…turun! Ayo, diturunin. Satu…dua…tiga…turun!” teriak beberapa orang sambil menyentuh tongkat dari kertas dengan ujung jari telunjuk mereka. Suasana riuh itu terlihat dalam simulasi kepemimpinan di acara “Sharing & Pelatihan Kepemimpinan Katolik” yang dilaksanakan pada Kamis (10/05) yang lalu di Kapel St. Joannes Baptista, Parung. Satu kelompok berusaha menurunkan tongkat dari kertas secara bersama-sama. Sekilas hal tersebut terlihat mudah, tetapi ternyata tak ada satu pun kelompok yang berhasil menurunkan tongkat. Alih-alih turun, bahkan ada yang tongkatnya malah naik.
Usai melakukan permainan simulasi yang dinamakan “Bambu Gila” tersebut, para peserta mengungkapkan refleksi dari permainan. Salah satu refleksi yang diungkapkan oleh peserta adalah bahwa dalam melakukan suatu tugas kelompok, semua harus mendengarkan instruksi dari pemimpin.
“Sharing & Pelatihan Kepemimpinan Katolik” dilaksanakan dengan mengundang perwakilan dari lingkungan yang terdiri dari orang dewasa dan OMK. Dalam sambutannya, Tyas Utomo, Wakil Ketua DPP St. Joannes Baptista Parung mengatakan, “Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan wawasan kepemimpinan, memotivasi, dan menguatkan semangat pelayanan. Anak muda diikutsertakan sebagai suksesor. Yang senior bertugas mendampingi anak muda supaya ilmu yang didapat hari ini tidak menguap begitu saja.”
Sekitar 75 peserta dari lingkungan mengikuti beberapa sesi yang diadakan pada hari itu. Sesi pertama diisi oleh RD Simbul Gaib Pratolo, Pr yang memberikan pengarahan tentang kepemimpinan Katolik. “Bagi umat Kristiani, menjadi pemimpin adalah panggilan. Menjadi pemimpin bukan semata-mata sebagai penguasa,” jelas Romo. Dalam sesi tersebut, Romo juga menjelaskan tentang berbagai contoh pemimpin yang ada di Kitab Suci, baik perjanjian lama maupun perjanjian baru. Salah satu pertanyaan yang diharapkan untuk menjadi bahan permenungan peserta adalah “Tuhan memanggil aku sebagai apa di masyarakat?”
Tyas Utomo melanjutkan sesi kedua dengan memberikan wawasan tentang Organisasi Keparokian yang meliputi dasar-dasar kepemimpinan dalam gereja, struktur kepemimpinan dalam gereja, dan corak kepemimpinan dalam gereja.
Sesuai dengan nama kegiatan, para peserta juga mendapat kesempatan untuk mendengarkan sharing dari beberapa sosok yang aktif di kegiatan paroki. Mereka adalah Hendrikus Masanhena (Seksi Hubungan Antaragama & Kepercayaan), Yohanes Sugiyono (prodiakon), F.X. Rahyono (Sekretaris DPP St. Joannes Baptista), dan Natalia Trita Agnika (Seksi Komunikasi Sosial) dengan moderator F. Sarwiyadi dan Rapen Rafael Sitanggang.
“Pelayanan yang baik adalah bukan menjadikan diri kita baik, tetapi menjadikan orang lain baik,” pesan Hendrikus usai memberikan sharing. Para peserta yang mendengarkan sharing juga melontarkan beberapa pertanyaan, di antaranya bagaimana tips menjadi pemimpin yang menghadapi anggota atau umat yang ngambek. Menjawab pertanyaan tersebut, Sugiyono memberikan tips. “Seorang pengurus yang sudah mengerti lima prinsip pemimpin (kasih dari Allah sendiri, kerendahan hati, ketekunan, bijaksana, dan bisa mempersatukan) sudah tugasnya untuk merangkul warganya,” terang Sugiyono.
Suasana makin semarak ketika peserta melakukan simulasi kepemimpinan dengan menggunakan kartu remi. Setelah dibagi menjadi beberapa kelompok, peserta diminta untuk menyusun kartu remi yang mereka miliki supaya menjadi sebuah seri kartu bergambar yang berurutan angkanya. Ada yang begitu cepat mendapatkan kartu yang sesuai, tetapi ada juga kelompok yang harus saling ngotot untuk meminta kartu yang diinginkan. Ada satu hal pembelajaran yang didapat dari simulasi ini. Berbeda dari anggota kelompok lain yang meminta kartu yang diinginkan, Rika, salah satu peserta dari Lingkungan St. Maria Fatima mengungkapkan caranya untuk mendapatkan kartu yang sesuai. “Saat mendapatkan satu set kartu ini, saya kemudian langsung pengumuman, saya punya kartu A, B, C, ada yang butuh nggak?” Alih-alih meminta, ia menawarkan apa yang dimilikinya terlebih dahulu. Hal tersebut juga menjadi salah satu poin dalam kepemimpinan bahwa hendaknya kita menawarkan apa yang kita miliki. Jangan hanya menuntut.
Sedangkan F.X Rahyono dan Natalia Trita Agnika berbagi tentang manfaat menjadi pemimpin di dalam kegiatan menggereja yang bisa dibawa keluar dalam kehidupan sehari-hari dan dalam dunia kerja. Melalui sebuah lagu berjudul “Bukan Sekedar Hidup”, Natalia mengajak para peserta untuk mengisi hidup dengan hal-hal yang berarti dan mengisi hidup untuk memuliakan nama Tuhan. Salah satunya adalah dengan aktif dalam kehidupan menggereja.
F.X. Rahyono menambahkan bahwa dengan menjadi pemimpin, ada banyak buah yang akan kita peroleh. “Pengalaman mengurus gereja, akan kita nikmati buahnya di luar. Seolah-olah hidup saya rasanya difasilitasi,” ungkap F.X. Rahyono. Selain itu, F.X. Rahyono menambahkan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan yang diperoleh melalui proses belajar.* (Agnika/KOMSOS)