baptisan-yesus-di-s-yordan-1Sebagai umat Katolik, pembaptisan adalah hal yang utama. Demikian juga yang saya alami, ketika saya lahir, 3 bulan kemudian saya dibaptis. Kemudian ketika saya memiliki anak, saya tidak menunggu waktu yang lama untuk segera membaptis anak-anak saya.  Ada beberapa unsur yang terkait dengan pembaptisan, yaitu inisiasi, persaudaraan sejati, dan penyembah sejati. Maka baiklah dalam rangka mengenangkan Pesta Pembaptisan Tuhan hari ini, kita kenangkan juga rahmat pembaptisan yang telah kita terima, agar kita sebagai umat Allah juga berkenan kepada-Nya, sebagai orang yang sungguh dikasihi Allah dan selanjutnya menyalurkan kasih Allah tersebut kepada saudara-saudari kita di mana pun dan kapan pun tanpa pandang bulu.

Dibaptis berarti disisihkan atau dipersembahkan seutuhnya kepada Tuhan. Dengan kata lain orang yang telah dibaptis boleh dikatakan suci alias senantiasa hidup bersama dan bersatu dengan Tuhan. Simbol dalam upacara pembaptisan sarat dengan makna kesucian tersebut, antara lain air yang berfungsi membersihkan, kain putih lambang kesucian, dan lilin bernyala yang melambangkan terang. Artinya orang yang dibaptis senantiasa membawa terang di manapun ia berada atau ke mana pun ia pergi.

Ketika dibaptis, kita mendengar kata-kata imam/pastor yang membaptis, seraya mencurahi dahi kita dengan air baptisan :”…,aku membaptis engkau dalam nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus”. Kita menerima baptisan setelah dengan mantap dan penuh harapan berjanji untuk senantiasa hanya mengabdi Tuhan dan menolak semua godaan setan. Godaan setan pada masa kini sungguh berat, antara lain menggejala dalam tawaran harta benda/ uang, pangkat/ kedudukan, dan kehormatan dunia.

Maka diharapkan setelah dibaptis kita senantiasa berada dalam cara hidup dan cara bertindak yang hanya mengabdi Tuhan dan menolak semua godaan atau rayuan setan. Sejauh mana selama ini kita setia pada janji baptis tersebut? Marilah kita mawas diri.

Mengabdi Tuhan harus menjadi nyata dalam cara hidup dan cara bertindak setiap hari, antara terhadap orang lain atau siapapun senantiasa bersikap mengabdi atau melayani. Buah pengabdian atau pelayanan tidak lain adalah kebahagiaan yang dilayani dan tentu saja yang melayani juga berbahagia. Maka sebagai orang yang telah dibaptis, marilah kita berusaha dengan rendah hati saling membahagiakan dan menyelamatkan, terutama dan pertama-tama adalah keselamatan jiwa manusia. Orang yang selamat jiwanya senantiasa melakukan apa yang baik, yang berkenan pada Tuhan maupun sesama manusia.

Baptis merupakan rahmat atau anugerah Allah. Dan dengan anugerah Allah ini, yang dibaptis diharapkan menghayati misteri Paska Kristus, yaitu wafat dan kebangkitan-Nya. Untuk menghayati janji ini kita tak mungkin hanya mengandalkan diri sendiri tanpa anugerah atau rahmat Allah.

Dibaptis juga berarti menempuh hidup baru, hidup yang dijiwai oleh Roh Kudus atau sabda-sabda Tuhan. Orang yang telah dibaptis sungguh menjadi ‘anak kekasih Tuhan, cara hidup dan cara bertindaknya berkenan di hati Tuhan’. Dengan kata lain kita semua yang telah dibaptis sama-sama menjadi ‘anak Tuhan’, maka kita semua adalah saudara atau sahabat.
Bila anak-anak di dalam keluarga sedini mungkin dididik dan dibiasakan hidup bersaudara atau bersahabat dengan siapapun, tanpa membedakan SARA, usia, dll maka kita memiliki modal atau kekuatan untuk membangun dan mengusahakan persaudaraan sejati dalam lingkungan hidup yang lebih luas.

Maka kita semua yang telah dibaptis hendaknya mawas diri: apakah cara hidup dan cara bertindak kita sungguh memikat dan menarik bagi orang lain, sehingga mereka meniru cara hidup dan cara bertindak kita?  Tentu saja cara hidup atau cara bertindak yang dimaksud adalah yang baik atau berbudi pekerti luhur. Maka ketika ada saudara-saudari kita yang telah dibaptis, entah imam, bruder atau suster atau awam, yang hidup dan bertindak tidak baik, hendaknya diingatkan dan ditanya, “Apakah anda telah dibaptis? Ingatlah akan janji baptis anda!”*