Foto: Rotua Natalia/OMK
Foto: Rotua Natalia/OMK

Dilatarbelakangi oleh maraknya kejahatan di media sosial dan penyebaran hoax yang yang semakin meresahkan, Kementerian Komunikasi dan Informatika bekerja sama dengan KWI, ISKA, dan FMKI membuat “Forum Dialog & Pelatihan Literasi Media: Taat Agama, Bergaul Harmonis, Sopan Berkomunikasi untuk Generasi Muda Katolik” sebagai aksi nyata pemerintah dan Gereja Katolik Indonesia dalam melawan serbuan hoax yang mengancam kesatuan bangsa dan negara. Maka bertemulah sekitar 100 orang muda dari berbagai komunitas pada 16-17 September lalu di Civita Youth Camp, Ciputat.

[Baca juga: Tips Membedakan Hoax dan Fakta]

Kegiatan dimulai sekitar pukul 13.00 WIB. Acara diawali dengan doa pembukaan oleh RD Kamilus Pantus dan sambutan oleh Dirjen IKP, Rosita Niken Widiastuti. Rosita memaparkan bahwa kondisi dan problematika masyarakat Indonesia dalam bermedia sosial saat ini ialah banyaknya isu-isu kekerasan, radikalisme, hasutan (hoax) yang mengancam keutuhan NKRI dalam lingkup komunikasi publik. Dijelaskan pula upaya-upaya pemerintah dalam menyikapi kondisi ini, salah satunya adalah dengan menyusun literasi berbentuk buku saku berjudul “Muamalah Medsosia” bagi teman-teman muslim serta pedoman bermedia sosial yang cocok bagi umat Katolik yang sebentar lagi akan diterbitkan oleh Penerbit Katolik OBOR hasil kerja sama tim penulis dari Komsos KWI.

Foto: Rotua Natalia/OMK
Foto: Rotua Natalia/OMK

Pada sesi pertama, RD Kamilus selaku Sekretaris Komisi Komsos KWI memaparkan mengenai Prinsip Dasar Teologi Komunikasi bahwa Roh Kudus yang membantu manusia untuk mengerti penyingkapan Tuhan dalam era Digital Komunikasi saat ini bahkan jauh semenjak zaman para nabi yang kita baca dalam alkitab pun sudah menerapkan sikap antisipatif dalam hal berkomunikasi, jauh sebelum internet muncul (Re: Yosua dan runtuhnya tembok Yerikho & Nabi Nuh saat air bah sudah surut). Dan yang terpenting RD Kamilus menyampaikan bahwa gereja memandang internet hanya sebagai sarana dan bukan tujuan hidup. Dengan meningkatkan kebiasaan doa, mengikuti seminar, dan retret dalam komunitas, serta rajin membaca kitab suci, akan mampu memaksimalkan fungsi sensor suara hati sebagai pemisah antara yang baik dan yang buruk.

Sesi kedua diisi dengan materi yang disampaikan oleh Direktur Penegakan Hukum BNPT, Brigjen Polisi Martinus Hukom. Beliau memaparkan persentase minat orang Indonesia dalam menggunakan media sosial dan media mainstream yang kemudian dikaitkan dengan temuan kasus terorisme dengan menggunakan Telegram. Radikalisme juga menyinggung hal kepercayaan yang sulit diubah karena dilatarbelakangi oleh isu pembebasan dan isu korupsi yang sejak dulu terjadi di tataran internasional yang kemudian menjalar ke Indonesia karena disikapi sebagai isu agama. Menyikapi hal itu, BNPT telah melakukan upaya penanganan radikalisme di Indonesia, di antaranya dengan Perpu Ormas, UUD Terorisme, dan menambah personel Densus 88. Pada akhir sesi, beliau menyampaikan lima hal yang harus kita lakukan untuk menangkal radikalisme di sekitar kita, yaitu kita harus meng-Indonesiakan Agama dan bukan sebaliknya; melakukan dialog kebangsaan dengan teman-teman yang berbeda keyakinan; menghargai perbedaan; memisahkan secara tegas hal agama, kemasyarakatan, dan sebagainya;  serta mencerdaskan masyarakat dengan memproduksi dan membagikan informasi positif.

Sesi selanjutnya dipaparkan oleh wartawan Kompas.com yaitu Antony Lee serta Nicky dan Dimas sebagai aktivis media sosial yang memandu peserta dalam memahami perspektif betapa pentingnya menghadapi hoax dengan konten positif dan bagaimana cara membuat konten positif untuk menarik minat generasi muda. Para peserta juga diberi kesempatan untuk mempraktikkan pembuatan konten yang kemudian dipresentasikan. Setelah semua karya dipresentasikan dan dievaluasi bersama, peserta mendapat pemaparan tentang bagaimana membentuk opini publik, mencermati informasi yang benar atau hoax, serta kiat menentukan headline menarik dan kreatif.

Setelah pelatihan, kegiatan ditutup dengan Misa Perutusan yang dipersembahkan oleh RD Kamilus Pantus. Pada homilinya, beliau berpesan supaya orang muda mampu melayani dan menjadi satgas anti hoax serta menjadi agen kabar baik.

Acara ini merupakan pelatihan perdana yang melibatkan OMK dari Jakarta dan Bogor yang selanjutnya akan dilaksanakan pula di Malang, Medan, Bandung, Manado, Kupang, dan Semarang. Semoga kita dapat selalu belajar dari Sang Kabar Baik (Yesus) untuk tidak menghindari salib tetapi menghadapinya sehingga dalam hal menghadapi berita hoax kita dapat mampu masuk ke dalam isu kemudian memurnikan dan mengubah menjadi berita fakta yang positif.* (Rotua Natalia/ OMK)

By Admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *