Suatu hari, saya mendapat sebuah kabar gembira tentang program diskon tiket pesawat sebesar Rp 100.000,- untuk semua penerbangan. Program diskon tersebut hanya berlaku selama 48 jam. Tanpa pikir panjang, saya langsung membagikan kabar gembira itu kepada teman-teman saya. Kabar yang saya sampaikan itu membawa kegembiraan dan langsung berdampak. Ada yang lantas berburu tiket untuk pulang kampung saat Paskah nanti, ada yang berburu tiket untuk liburan mendadak, dan ada yang berburu tiket untuk acara yang memang sudah diagendakan. Satu orang yang mendapat kabar gembira dari saya kemudian memberitakannya kepada teman-temannya yang lain. Entah sudah sampai ke berapa orang kabar gembira itu tersiar.

Penggalan cerita di atas membuktikan bahwa begitu mudahnya kita dapat membagikan kabar gembira kepada orang lain. Berapa kali kita melakukan broadcast message untuk sebuah kabar gembira? Berapa kali kita share di Facebook untuk sebuah kabar sukacita? Namun acapkali yang kita bagikan adalah kabar urusan duniawi yang mungkin memiliki batas waktu yang singkat. Bagaimana dengan kabar gembira yang datang dari Allah? Apakah kita dengan segera dan antusias mewartakannya?

Bacaan hari ini mengingatkan kita tentang mewartakan Injil, mewartakan kabar gembira dari Allah. Setelah melakukan mukjizat, Yesus berkata,  “Marilah kita pergi ke tempat lain, ke kota-kota yang berdekatan, supaya di sana juga Aku memberitakan Injil, karena untuk itu Aku telah datang.” (Mark 1:38). Kemudian Rasul Paulus juga mengatakan hal serupa, “Karena jika aku memberitakan Injil, aku tidak mempunyai alasan untuk memegahkan diri. Sebab itu adalah keharusan bagiku. Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil.” (1 Kor 9:16).

Tujuan utama Yesus adalah mewartakan Injil. Setelah melakukan mukjizat menyembuhkan ibu mertua Petrus, Yesus menjadi sosok yang terkenal, yang populer. Alih-alih tenggelam dalam kemegahan diri dan popularitas, Yesus malah pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa kemudian mengajak murid-murid-Nya pergi ke tempat lain untuk memberitakan Injil.

Santo Paulus pun memberikan dirinya untuk memberitakan Injil. Contoh lain yang bisa kita teladani  dalam bacaan Injil hari ini adalah ketika ibu mertua Petrus telah disembuhkan, ia tak langsung lupa diri. Yang dilakukannya adalah langsung melayani Yesus dan para murid. Kita sebagai murid Kristus seharusnya juga terpanggil untuk mewartakan Injil. Kita semua yang telah dibaptis adalah utusan untuk mewartakan Injil dalam tutur kata, sikap dan perbuatan nyata.

Apa saja yang dapat kita bagikan kepada orang lain sebagai cara untuk memberitakan Injil? Kita dapat melakukannya dengan menunjukkan bagaimana kehidupan kita setelah mengalami perjumpaan dengan Yesus, bagaimana kasih-Nya senantiasa melingkupi hidup kita, bagaimana cara kita berserah diri pada-Nya dalam masa-masa sulit sekalipun. Kesaksian hidup kita adalah cara untuk mewartakan kabar gembira.*