Foto: Agnika/KOMSOS
Foto: Agnika/KOMSOS

Teknologi digital telah sangat menyentuh kehidupan kita sehari-hari. Mau tak mau, semua hal harus turut menyesuaikan dengan perkembangan teknologi digital tersebut, tak terkecuali gereja Katolik. Salah satunya adalah dengan mengembangkan media berkatakese melalui gadget. Untuk mewujudkan hal tersebut, Komisi Kateketik bekerja sama dengan Komisi Komunikasi Sosial Keuskupan Bogor menyelenggarakan sebuah workshop pembuatan film pendek dengan tema “Berkatekese dengan Gadget” pada Minggu (15/05) yang lalu. Agnika dan Haposan sebagai wakil dari Komsos Paroki St. Joannes Baptista turut mengikuti workshop yang menghadirkan narasumber Reno Permana, mantan jurnalis Metro TV dan seorang praktisi broadcasting yang sudah berpengalaman.

Bertempat di Pusat Pastoral Keuskupan Bogor, workshop dibuka dengan sambutan dari Komisi Kateketik oleh Frater Jeremias Uskono mewakili RD Andreas Bramantyo selaku Ketua Komisi Kateketik Keuskupan Bogor yang berhalangan hadir. Beliau mengatakan bahwa dalam katakese, secara teologi ada dua hal penting, yaitu “Word” dan “Work”. Word adalah Tuhan sendiri. Tugas katakese adalah bagaimana supaya sabda Tuhan itu kita sebarkan dengan “work”. Kita bisa sebarkan sabda Tuhan itu lewat gadget. “Harapannya, Sabda Tuhan yang disebarkan itu mudah dimengerti dan mudah didapatkan,” tuturnya. Frater Jeremi juga mengatakan bahwa rencananya, film-film hasil karya tiap paroki akan dilombakan.

Foto: Agnika/ KOMSOS
Foto: Agnika/ KOMSOS

Selanjutnya, RD Yustinus Joned selaku Ketua Komisi Komunikasi Sosial Keuskupan Bogor mengungkapkan bahwa ketika berkunjung ke lingkungan-lingkungan, salah satu hal yang menjadi perhatian umat adalah materi APP dan AAP yang terkadang membuat bosan karena kemasannya gitu-gitu aja. Seksi Katakese Paroki mempunyai tanggung jawab besar dalam membuat pewartaan yang tidak membosankan bagi umat. “Komsos adalah corong pewartaan. Katakese adalah orang-orang yang bertanggung jawab mewartakan. Akan lebih baik bila keduanya bersinergi,” tegas Romo Joned. Beliau menambahkan, “Komsos memiliki peralatan canggih untuk memotret tapi hanya disimpan. Komkat punya bahan katakese yang dahsyat, tapi nggak tahu mau diapain. Bila dibiarkan, maka itu akan sia-sia.”

[Baca juga: Semarak Perayaan Syukur 15 Tahun Paroki St. Joannes Baptista]

Untuk mencairkan suasana, setelah doa pembukaan, masing-masing peserta diminta untuk memperkenalkan diri. Kemudian Reno Permana memulai sesi workshop dengan memutarkan tiga buah film pendek, yaitu “Tukirah”, “Sariban”, dan “Difabel”. Para peserta diminta untuk menganalisa perbedaan dari ketiga film pendek tersebut.  Meski sama-sama mengangkat profil, ketiga film tersebut dikemas dengan cara penyampaian yang berbeda. Yang pertama dengan teknik storytelling menggunakan teks, yang kedua menggunakan narasi pengisi suara, dan yang ketiga secara tematik.

Materi utama dalam workshop tersebut adalah “Audio Visual Sebagai Media Komunikasi Massa” (materi lengkap terlampir). Beberapa materi seperti Jurnalistik Televisi, Bahasa Jurnalisme Televisi, dan Elemen Berita disampaikan sebagai bekal para peserta sebelum belajar tentang proses produksi. Kemudian peserta dijelaskan tentang berbagai tahapan pembuatan peliputan televisi, mulai dari tahapan pra produksi (perencanaan), jenis dan teknik wawancara, struktur penulisan berita tv, teknik pengambilan gambar, tips merekam video dengan sempurna, serta berbagai ukuran frame dalam pengambilan gambar.

Foto: Agnika/ KOMSOS
Foto: Agnika/ KOMSOS

Setelah makan siang, peserta dibagi ke dalam lima kelompok. Paroki Parung masuk Kelompok 5, bergabung dengan Paroki Cibadak dan Paroki Markus. Setiap kelompok diminta membuat perencanaan produksi meliputi tema film, pesan, sinopsis, dan mencari narasumber. Tema film dibebaskan supaya peserta dapat melakukan proses produksi di lingkungan seputar Katedral Bogor dalam durasi waktu kurang dari dua jam.

Setelah berdiskusi singkat, Kelompok 5 mengambil tema “Pertobatan Ekologi –Menjaga Kebersihan Rumah Tuhan-“ dengan fokus pada masalah sampah. Pesan yang ingin disampaikan adalah supaya umat tergugah untuk memelihara kebersihan gereja, tidak membuang sampah sembarangan serta mengajak gereja menjadi agen perubahan untuk pertobatan ekologis. Pada sesi praktek ini, wakil dari Parung, yaitu Haposan menjadi kameramen dan Agnika menjadi reporter. Proses produksi berjalan dengan lancar. Dua narasumber, yaitu petugas cleaning service dan salah seorang umat berhasil diwawancarai.

Pada pukul 15.00 WIB, semua kelompok kembali ke ruangan Puspas untuk melaporkan hasil karya yang belum diedit. Hasil tersebut di-review oleh pembicara dari berbagai sisi, baik tema, kreativitas, pengambilan gambar, maupun teknik wawancara. Kelompok 5 mendapat review yang cukup bagus dengan beberapa input membangun.

Foto: Agnika/ KOMSOS
Foto: Agnika/ KOMSOS

Di tengah-tengah sesi review, Bapa Uskup Mgr. Paskalis Bruno Syukur, OFM hadir menyapa para peserta.  Beliau berharap semoga hasil dari workshop ini dapat dimanfaatkan untuk karya pewartaan, misalnya membuat tayangan yang membantu umat berefleksi sebelum perayaan ekaristi, terutama pada hari raya saat biasanya umat datang lebih awal sebelumnya. Harapan lainnya adalah supaya umat dan gereja tidak gaptek sehingga dapat memanfaatkan teknologi untuk pewartaan.

Sebelum workshop berakhir, dilakukan pengundian tema yang harus difilmkan oleh masing-masing paroki. Hasil karya tersebut akan dikirimkan pada bulan September mendatang. Paroki Parung mendapat undian tema “Yesus Meredakan Angin Topan” dengan target penonton BIA. Workshop ditutup dengan doa penutup dan foto bersama seluruh peserta.* (Agnika/ KOMSOS)

 

By Admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *