
Gerakan pertobatan ekologis pada tahun 2019 ini berfokus untuk meningkatkan kualitas air dengan tidak ikut melakukan pencemaran-pencemaran pada sumber-sumber air, sungai, dan laut. Gereja Katolik menyadari bahwa air adalah komponen dasar yang mutlak dibutuhkan oleh semua makhluk hidup, maka harus dijaga kelestariannya. Pengurangan sumber-sumber pencemaran yang akan merusak air dan sumber-sumbernya. Komitmen mengurangi penggunaan plastik harus diteruskan dan “air mineral” kemasan (gelas/botol plastik) tidak lagi dipakai dalam perayaan-perayaan di gereja-gereja, paroki, lingkungan, dan sekolah-sekolah, serta ide mendaur ulang air keruh menjadi air yang bisa dikonsumsi.
Dalam pertemuan APP juga diterangkan pengelompokan air menurut peruntukannya. Air yang layak konsumsi sebagai minuman, pembersih, sampai dengan sarana rekreasi.
Keuskupan kita (Bogor) menggerakkan agar pekerjaan baik sebagai hasil pertobatan kita itu berdampak pada perlakukan terhadap sesama, alam semesta khususnya air yang sehari-hari sangat akrab dengan hidup kita. Komitmen kita sebagai pengikut Kristus menguatkan kita untuk berkarya nyata demi memajukan kesejahteraan umum bangsa kita. Selain itu, kita berjuang dengan sukacita memperbaiki kualitas air dalam lingkungan hidup kita. Maka tema prapaskah kita merumuskannya bahwa air berkualitas (di lingkungan hidup kita) mencerminkan hidup kristiani kita yang berkualitas.
Dalam salah satu poin yang digarisbawahi Paus, menyatakan bahwa kerusakan yang terus-menerus dilakukan oleh manusia terhadap

lingkungan sebagai satu tanda kecil dari krisis etika, budaya, dan spiritual modernitas. Untuk mengatasinya, kata Paus, kita membutuhkan pengorbanan dan “revolusi budaya” di seluruh dunia.
Revolusi budaya yang Bapa Paus maksudkan tentu harus kita laksanakan/ rintis. Salah satu caranya adalah dengan memulainya. Pertemuan APP diharapkan akan mulai membuka cakrawala berpikir serta wawasan kita. Kita ubah kebiasaan kita mulai dari diri kita sendiri, sebelum mengubah orang lain. Kebiasaan yang selama ini seolah biasa, salah kaprah, dan lain-lain, seperti misalnya bahwa plastik seolah menjadi solusi satu-satunya dalam membungkus, belanja, minum air dengan sedotan, dsb.
Seperti tahun sebelumnya, Lingkungan St. Philipus mengemas pertemuan APP dari bahan pertemuan berupa teks dan multimedia berupa paparan/presentasi lengkap dengan video klip/pendek. Harapannya, hal tersebut akan lebih membuat peserta fokus dengan apa yang sedang kita usahakan. Pertemuan diperkaya lagi dengan materi video klip yang bisa dengan mudah kita dapatkan dari YouTube dan semacamnya. Biasanya para pemandu terbantu dengan perlengkapan berupa proyektor maupun televisi atau semacamnya agar peserta tidak bosan. Diskusi-diskusi kecil otomatis akan mengalir dengan pancingan sebuah pertanyaan sederhana.

Umat Lingkungan St. Philipus sangat antusias dalam menyambut kegiatan APP semacam ini. Banyak keluarga yang yang mengikutsertakan/mengajak sebanyak mungkin anggota keluarga mereka dalam mengisi kegiatan APP ini. Oleh karena itu, Seksi APP Lingkungan, sangat mengapresiasi para orangtua yang menyadari bahwa kaum muda adalah penerus mereka melanjutkan estafet Gereja. Mereka tidak segan membawa anak mereka yang masih bayi, balita, anak, dan remaja. Meski banyak dari mereka belum paham benar apa yang sedang diperbincangkan bersama. Malah sering kali para pemandu terbantu dengan tingkah anak-anak yang lucu dan spontan menjawab pertanyaan tanpa peduli benar atau salah, diketawakan atau tidak. Para pemandu juga menyadari bahwa ini bisa dimanfaatkan untuk mereka sebagai ajang mengungkapkan pendapat. Malah suasana terbangun sebagai pertemuan yang cair dan akrab.
“Konsumerisme yang tidak beretika” telah menyebabkan tingkat konsumsi yang memperparah kerusakan lingkungan. Warga Lingkungan St. Philipus tergerak untuk ambil bagian sesuai porsinya dengan sedapat mungkin menjaga dan tidak merusak lingkungan yang ada. Hal-hal yang sudah dilakukan adalah selalu membawa botol minuman setiap kali pertemuan lingkungan, belanja dengan membawa tas belanja dari rumah, membawa wadah makan sendiri ketika berbelanja makanan. Hal lainnya yang dilakukan adalah dengan ikut serta gerakan bersama anak bangsa yang lain dalam rangka mendukung pelestarian lingkungan.
Di pertemuan terakhir, umat Lingkungan St. Philipus kita mendapat kunjungan Romo Joned beserta rombongan dari warga lingkungan yang lain di Paroki St. Joannes Baptista. Di pertemuan tersebut, Romo mengajukan tantangan bagi umat untuk ikut memikirkan usaha menjernihkan air kolam di Gua Maria kita. Suatu tantangan yang layak mulai kita pikirkan bersama. Semoga impian tersebut bisa kita wujudkan.* (Dewey/Lingkungan St. Philipus)