20150717231945Menindaklanjuti kegiatan Workshop Fotografi yang diselengarakan oleh KOMSOS pada Minggu (28/06) lalu, serta untuk memperingati HUT ke-15 Paroki St. Joannes Baptista Parung, KOMSOS Paroki St. Joannes Baptista Parung akan menyelenggarakan Pameran Essay Foto bertajuk “GEREJA YANG HIDUP”. Rencananya, pameran foto akan diselenggarakan bertepatan dengan HUT ke-15 Paroki St. Joannes Baptista yang jatuh pada Kamis, 24 September 2015 mendatang.

Gereja yang hidup adalah gereja yang memberikan makna ke dalam dan ke luar gereja. Dengan kata lain, kehadiran gereja dirasakan tidak hanya oleh umat, tetapi juga oleh masyarakat di sekitarnya. Gereja yang hidup pada dirinya sendiri adalah Injil, kabar baik, bukan hanya bagi para warga jemaat di dalamnya, melainkan juga bagi masyarakat di luar gereja. Ia seperti “oase” di tengah padang gurun dunia.

Berkenaan dengan kegiatan tersebut, Seksi KOMSOS mengundang para peserta Workshop Fotografi untuk turut ambil bagian menangkap momen “Gereja yang Hidup” di paroki kita dalam bentuk karya foto yang nantinya akan dipamerkan dalam pameran foto tersebut. Undangan ini juga terbuka untuk umat yang memiliki hobi fotografi yang memiliki dokumentasi foto atau yang ingin menghasilkan karya foto seputar tema di atas.

Karya foto dapat dikirim ke Seksi Komsos melalui email: redaksi_infinita@yahoo.com dengan subject: Pameran Foto Komsos 2015. Mohon disertakan nama fotografer, lingkungan, judul foto, dan deskripsi singkat tentang foto tersebut. Ukuran foto minimal 1 MB supaya hasilnya tidak pecah saat dicetak. Foto yang sudah dikirim akan menjadi hak milik panitia.

Foto-foto yang telah dikirim ke panitia, akan diseleksi terlebih dahulu. Pengiriman foto paling lambat Sabtu, 22 Agustus 2015. Apabila ada yang hendak mengirimkan foto melalui flashdisk, harap menghubungi Sdr. Indharto atau Sdri. Agnika.

Semoga kita semakin diingatkan untuk mewujudkan gereja yang hidup. Gereja yang hidup memiliki visi yang jelas karena  visi yang jelas tidak hanya akan menjawab pertanyaan untuk apa gereja itu ada, tetapi juga ke mana gereja itu akan mengarah. Dengan demikian, gereja ada tidak hanya sekadar “berjalan”, padat programnya, sibuk aktivitasnya, tetapi tidak jelas maknanya dan berjalan bagai dalam labirin tak berujung.* (Agnika/ KOMSOS)