Perjalanan hidup saya diwarnai dengan pendampingan beberapa gembala yang sangat menginspirasi dan menjadi bekal bagi kehidupan saya. Tulisan ini sebagai apresiasi kepada semua gembala yang mungkin tidak sadar bahwa karya penggembalaan mereka telah menyentuh banyak hati.

Menjadi Lektor yang Baik

Keterlibatan saya menjadi anggota lektor dan bagaimana cara membaca kitab suci yang baik tak lepas dari pengaruh Romo Petrus Supriyanto, Pr., yang dulu selalu mendampingi ketika ada latihan petugas liturgi untuk hari raya di Paroki Sragen. Dengan sikap tegasnya, Romo Pri, panggilan akrab beliau, mengajarkan untuk membaca terlebih dahulu dan merenungkannya dalam hati.

Beliau juga selalu mengingatkan untuk tidak terburu-buru saat membacakan kitab suci. Kalimat per kalimat harus dibaca dengan jelas, supaya umat dapat meresapi artinya. Pemenggalannya pun harus pas supaya tidak mengubah arti dari kalimat yang tertulis. Kini, setiap kali akan bertugas, kenangan saya selalu tertuju pada momen ketika saya masih duduk di bangku SMP dan dilatih lektor sehingga saya selalu diingatkan untuk tidak terburu-buru saat membaca Kitab Suci.

Rajin Belajar

Adalah (alm) Romo A. Hari Kustono, Pr yang menginspirasi saya untuk tekun belajar dan tidak takut pada hambatan. Bukan melalui nasihat atau wejangan-wejangan, Romo Hari menginspirasi saya melalui surat-surat yang dituliskannya ketika beliau masih belajar di Roma. Dulu ketika masih menjadi frater di Paroki Sragen, romo dekat dengan keluarga kami hingga akhirnya beliau menjadi romo dan belajar lagi di Roma.

Secara berkala, Romo mengirimkan surat kepada keluarga kami dengan cerita yang berbeda untuk setiap anak. Sebagai anak kecil (waktu itu masih TK), saya merasa senang dibacakan cerita pengalaman romo belajar di sana. Ketika sudah SD, cerita-cerita Romo membuat saya makin ingin belajar banyak hal. Bagaimana harus mempelajari banyak buku, belajar Bahasa Italia, dan lain sebagainya. Korespondensi itu terus berjalan hingga saya lulus sekolah dasar dan Romo kembali ke Indonesia.

Semangat Melayani yang Tinggi

Bersama Romo Paul De Blot, SJ.
Bersama Romo Paul De Blot, SJ.

Romo yang satu ini sungguh istimewa. Beliau adalah Paul de Blot, SJ., romo yang memberkati pernikahan kedua orangtua saya. Saya belum pernah berkesempatan bertemu karena beliau telah kembali ke Belanda sejak lama. Namun surat-suratnya untuk masing-masing dari kami, membuat kami mengenal beliau. Dengan sapaan akrabnya, beliau membuat kami seperti anak-anaknya.

Korespondensi yang sempat terputus tersebut telah terjalin kembali berkat kemajuan teknologi. Kami bisa saling mengirimkan surat elektronik. Romo de Blot menginspirasi kami untuk terus bersemangat melayani Tuhan melalui tindakan nyatanya. Saat ini beliau berusia 94 tahun, tetapi masih bersemangat mengajar di beberapa universitas. Setiap ada umat yang membutuhkan pelayanan, beliau akan menanggapi tanpa membedakan. Beliau juga menceritakan kegundahannya pada kaum muda di Belanda yang jarang ke gereja dan tidak aktif berkegiatan. Dan salah satu yang sungguh mengharukan, beliau dengan senang hati menyetir mobil selama dua jam perjalanan hanya untuk menemui saya yang kebetulan sedang berada di negara yang sama. Melalui Romo de Blot, saya mendapat teladan untuk selalu mengucap syukur dan mempersembahkan semua talenta yang Tuhan berikan demi kemuliaan namanya.

Romo, suster, bruder, di mana pun Anda berkarya, tetaplah bersemangat dalam melakukan karya pelayanan Anda. Di setiap karya Anda, ada banyak hati yang terinpirasi.

Tak hanya saya, pasti umat yang lain juga pernah memiliki pengalaman sendiri dengan para gembala yang telah membuat kehidupannya makin bertumbuh. Sedikit pertanyaan refleksi: Pernahkah kita mendoakan Romo yang membaptis kita atau putra-putri kita, atau menikahkan kita, atau memberkati rumah kita, mengajar kita, atau yang saat ini menjadi gembala kita? Doa penuh orang beriman yang didoakan dengan sungguh-sungguh akan besar kuasanya.* (Agnika/KOMSOS)

By Admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *